Pancasila haruskah dipertahankan.?
Pancasila selain sebagai falsafah dasar bangsa indonesia, ia juga merupakan perjanjian agung yang disusun oleh Founding Father bangsa melalaui perdebatan yang berdarah-darah. Sejarah mecatat bagaimana satu persatu kata isi pacasila dikaji oleh para Founding Father demi mewujudkan diksi dasar negara yang bisa diterima oleh semua elemen bangsa. Setelah mengalami beberapa fase metamorfosa, alhasil pancasila pun ditetapkan sebagai dasar negara pada sidang penetapan pembukaan dan isi UUD 1945 tanggal 18 agustus 1945 yang dikenal dengan sidang PPKI I.
Dalam kacamata Islam, perjanjian sebagaimana yang telah disepakati para pendahulu bangsa menempati posisi agung yang harus dijaga dan dijalankan. Sungguh Alquran telah mengabadikan sakralnya sebuah perjanjian dalam salah satu ayatnya ;
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلًا
“Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya.”
Abu Ja’far at-Tobariy dalam tafsirnya menjelaskan bahwa janji yang dimaksud dalam ayat di atas mencakup segala konsensus yang disepakati antara manusia. Baik antara muslim dengan non muslim ataupun antara sesama umat islam.
Oleh karena itu, segala upaya yang ingin merubah teks pancasila adalah bentuk pengkhianatan terhadap konsensus bangsa yang notabene konsensus tersebut tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Baik merubahnya menjadi Trisila ataupun Ekasila. Karena lima sila yang dalam rumusan finalnya menyertakan situasi batin (spiritual-question) memuat nilai-nilai luhur yang saling menjiwai. Di mana Ketuhanan menjiwai sila-sila di bawahnya. Yakni, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Nilai-nilai pancasila yang saling menjiwai tidak bisa diperas lagi menjadi Trisila atupun Ekasila. Tetapi harus dimaknai sebuah satu kesatuan yang bisa dinarasikan dengan istilah “satu tarikan napas” (meminjam istilah Mahfud MD).
Selain itu, kenapa Pancasila harus dijaga dan dan diejawentahkan dalam kehidupan berbangsa. Karena mengaplikasikan kandungan pancasila dalam kehidupan sama halnya menjunjung tinggi nilai-nilai Islam. Berikut beberapa prinsip Pancasila yang juga senada dengan spirit agama Islam;
a. Menghormati perbedaan keyakinan.
b. Bersikap netral di antara para pemeluk agama yang berbeda.
c. Menjaga hak-hak kemanusian.
d. Menjaga hak perbedaan pendapat.
e. Menjaga hak dan kewajiban sesuai undang-undang yang disepakati.
Menurut Abdullah bin bayyah, beberapa prinsip di atas sama sekali tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Sebagaimana yang disampaikan dalam kitabnya Shina’at al-Fatwa;
صناعة الفتوى لعبد الله بن بيه صـ 384
إن العلاقة بين عقد المواطنة وبين الدين يمكن أن يتصور في دوائر منها ما هو مطلوب شرعا ومرغوب طبعا؛ كحق الحياة والعدالة والمساواة والحريات وحماية الممتلكات، ومنع السجن التعسفي والتعذيب، وحق الضمان الاجتماعي للفقراء والمسنين والمرضى، والتعاون بين أفراد المجتمع للصالح العام وما يترتب عليه من واجبات؛ كدفع الضرائب والدفاع عن الوطن ضد العدوان، والامتثال للقوانين وفاء بعقد المواطنة، وهذا في حقيقته يدخل في الوفاء بالعهد، واحترام مقتضياته وذلك داخل في الولاء للدين يا أيها ألذين آمنوا أوفوا بالعقود.
“Hubungan antara hidup berbangsa dan beragama bisa dilihat pada beberapa titik temu. Di antaranya ada yang dianjurkan lansung oleh syari’at, dan ada pula yang dianjurkan secara moral. Seperti hak untuk hidup, hak memperoleh keadilan, kesetaraan, kebebasan, terlindunginya hak milik, penolakan terhadap kriminalisasi dan penganiyayaan, hak jaminan sosial bagi orang sakit, miskin, dan lansia. Ikatan hidup berbangsa juga mendorong segenap elemen masyarakat agar saling tolong-menolong demi menggapai kebaikan bersama. Seperti membayar pajak, membela tanah air dari ancaman musuh, dan mematuhi undang-undang sebagai wujud kesetiaan hidup berbangsa. Dan ini semua, pada dasarnya adalah bentuk dari mematuhi perjanjian yang diperintahkan oleh agama. Wahai orang-orang yang beriman, tepatilah janji-janji kalian.”
Argumentasi di atas semakin diperkuat oleh keputusan MUNAS Alim Ulama Nahdlatul Ulama tahun 1983 di Situbondo yang menerima Pancasila sebagai dasar negara, berikut poin-poinnya;
a. Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia adalah prinsip fundamental namun bukan agama, tidak dapat menggantikan agama, dan tidak dipergunakan untuk menggantikan agama.
b. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara menurut pasal 29 ayat (1) UUD 1945 yang menjiwai sila-sila yang lain mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dan Islam.
c. Bagi NU, Islam adalah aqidah dan syari’ah meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antarmanusia.
d. Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dan upaya umat islam Indonesia untuk menjalankan kewajiban agamanya.
e. Sebagai konsekuensi dari sikap tersebut di atas,Nahdlatul Ulama berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalanya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak.
Berkaitan dengan ini, KH. Achmad Shidiq sebagai peletak dasar Khittah NU menyatakan: “Nahdlatul Ulama menerima Pancasila menurut bunyi dan makna yang terkandung dalam Undang-Undang 1945 (bil lafdhi wal ma’nal murad), dengan rasa tanggung jawab dan tawakkal kepada Allah.”
Dari paparan di atas, tidak ada alasan apapun baik dari sudut pandang agama maupun bernegara untuk merubah isi pancasila atau bahkan menolaknya. Tidak boleh menafsiri pancasila dengan penafsiran yang tidak sesuai dengan koridor makna yang terkandung di dalamnya. Justru, Pancasila yang terlalu ambisius akan kehilangan roh sebagai ideologi pemersatu, yang pada giliranya dapat menyebabkan benturan-benturan norma dan perpecahan dalam masyarakat.
Tepa'nah Barat 17 Dzul Qa'dah 1441 H.
Joost
BalasHapus